Tanah Adat Di Desa Kalenna Bontongape, Berubah Kepemilikan ? Pemkab Takalar Harus Turun Tangan
"Makam Mallobasang Daeng Mattawang Krg Bontomangngape berada dilokasi tanah adat ini"Kasus tanah adat yang di sertifikatkan segelintir orang dari Desa Kalenna Bontongape sampai saat menyisahkan pertanyaan dari warga desa tersebut. Tanah adat yang selama ini dalam penguasaan pemerintah desa yang berlansung dari turun temurun kini menyisahkan permasalahan yang mendalam. Sementara pemerintah Kabupaten Takalar seakan-akan tak mau tau sehingga sampai sejauh ini, Pemkab Takalar hanya diam membisu. Harusnya bupati, Burhanuddin Baharuddin turun tangan dan memberikan penguatan bahwa tanah itu, betul adalah tanah adat, yang masuk dalam perlindungan pemerintah daerah. Apalagi tanah itu terletak didalamnya dua makam kuburan yakni makam Mallongbasang Dg Mattawang Karaeng Bontomangngape, sehingga perlu dijaga dan dilestarikan. Untuk itu pemerintah Takalar hendaknya jangan berpangku tangan melihat kisruh rakyatnya. Warga harus mendapatkan kejelasan tentang tanah adat ini. Agar tidak ada segelintir orang yang mengakui bahwa tanah adat ini, adalah tanah miliknya, ujar kades Kalenna Bontongape, Sahabuddin Tompo kepada wartawan. Lebih jauh dikatakannya bahwa selama ini pihaknya sebagai kepala desa bersama kepala dusun dan warga sangat mengharapkan adanya perhatian serius dari pemkab Takakar. Bahkan dirinya bersama kepala dusunnya dengan warga sudah mendekam dalam tahanan polres Takalar gara-gara dilaporkan salah seorang warganya melakukan pengrusakan dalam area tanah adat tersebut. Salah seorang warganya yang mengklim bahwa tanah itu adalah tanah miliknya sesuai sertifikat yang dipegangnya. Namun anehnya sertifikat itu beda porsil dan nomor kohir. Sementara tanah adat tersebut berada dalam lokasi kosong dengan nomor dan porsil yang berbeda, seperti yang dipegang H.Gajang sebagai pihak pembeli, dari Musatari dg Sitaba sesuai sertifikat atas namanya. Kemudian berpindah keanaknya atas nama Muhlis dg sijaya. Munculnya sertifikat ini diduga kuat saat yang bersangkutan menjabat kepala desa di tahun 1969, pungkas sejumlah warga baru-baru ini.
Lahirnya sertifikat di dua nomor yakni, atas nama Mustari dg Sitaba nomor 109 dan nomor 108 atas nama Muhlis dg sijaya. Kedua orang ini adalah anak dan bapak. Disinilah malah petaka timbul karena tanah adat atau tanah budaya yang seharusnya jadi kebanggaan desa ini, toh berpindah tangan sebagai tanah pribadi. Pembeli atas nama H.Gajang kini bertahan dan ngotot bahwa tanah tersebut adalah miliknya. Seharusnya H. Gajang tidak mau membeli tanah adat itu dari Muhlis dg sijaya atau paling tidak bertanya kepada pemerintah desa, kenapa tanah tersebut mau dijual dan kenapa muncul sertifikat atas nama Mustari sitaba dan anaknya Muhlis sijaya ? Pada hal tanah itu semua warga tau bahwa tanah adalah tanah adat yang sudah turun temuran dikuasai oleh atas nama pemerintah desa.
Gara-gara inilah pihak kades bersama warganya ingin mempertahankan tanah tersebut adalah betul-betul tanah asset pemda Takalar, sebagai tanah adat yang harus terlindungi dari segelintir orang apapun alasannya. Untuk itu kades bersama warganya, sangat berharap agar pemerintah kabupaten turun tangan, menyelesaikan persoalan ini. Bupati Burhanuddin Baharuddin jangan "ALAY" melihat persoalan ini sepele, ujar sejumlah warga.
Demikian halnya kepada DPRD Takalar agar tidak berpangku tangan sebelum masalah ini memakan korban. Karena warga dari desa tersebut tidak rela kalau tanah adat yang menjadi kebanggaan di klaim atau dimiliki segelintir orang. Apalagi gara-gara itu sebanyak 7 orang sudah korban yakni dibui karena dilapor melakukan pengrusakan dalam lokasi tanah adat tersebut. Kalau dilihat secara kasak mata memang sangat jauh karena dalam sertifikat tersebut berbeda nomor dan porsilnya. Untuk itu bupati Takalar harus cepat menyelesaikan masalah ini. Jangan hanya pemerintah desa bersama warganya berjuang melawan H.Gajang yang saat ini mau mengusai tanah adat tersebut, ujar sejumlah Tokoh masyarakat bersama warga lainnya.
Apalagi kasus tanah adat ini sudah dari dulu ada makam Mallobasang Dg Mattawang karaeng Bontomangngape bersama istrinya. Makam ini terletak di tanah yang kosong dengan luas, lebih 2 are. Tanah ini pula menjadi tempat kebanggaan masyarakat Desa Kalenna Bontngape yang sering dijadikan tempat tradisi bakar lammang.
Masyarakat Takalar pada umumnya sangat tau, bahwa tradisi bakar lammang didesa ini merupakan masuk dalam egenda budaya masyrakat Takalar. Sehingga setiap selesai panen raya warga selalu memperingatinya dengan nama"Tradisi bakar Lammang". Menurut warga, tradisi bakar lammang ini sudah dilakukan sejak jaman dulu dan di laksanakan secara turun-temurun sampai sekarang. Tradisi ini sampai dimeriahkan dan dilaksanakan bukan cuma orang Takalar saja tetapi sampai ke orang dari bugis. Masyarakat menyiapkan sampai puluhan liter beras ketang, bahkan sampai satu kuintal beras lalu di Kaddo bulo(beras dimasukkan dalam bambu lalu dibakar) sampai matang. Warga desa Kalenna Bontongape sudah menjadikannya agenda rutin setiap tahun sehabis panen.
Ribuan warga datang menikmati tradisi bakar lammang ini secara gratis. Warga dengan suka rela menyiapkan lammangnya untuk disajikan kepada warga yang datang.
Kisruhnya tanah adat di desa Kalenna Bontongape, Pemkab dan wakil rakyat di DPRD Takalar seharusnya tanggap melihat masalah ini, jangan Alay, lalu membiarkan tanah adat berubah kepemilikan dari orang yang berduit, tutur warga, senin 12-10-2015.
(Penulis Ketua Umum Mappilu-Lippi/MIH)
Ijin Share Bos,
BalasHapusSilahkan
Hapus